Pahlawan Dari Bawean (BAG 1)

Sekitar 120 kilometer sebelah utara kota Pahlawan, Surabaya, tampaklah dari kejauhan sebuah pulau kecil yang luasnya kira kira 50 kilometer persegi. Di pulau ini terdapat tempat yang dianggap keramat, karena di pulau inilah pernah dimakamkan seorang kyai yang sangat sakti dan terkenal di masa itu, yaitu Kyai Bawean. Sehingga tempat yang keramat ini terkenal dengan nama Keramat Bawean.
Pada saat tentara Jepang menginjakkan kakinya di Pulau Bawean tanggal 4 April 1943, lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama Tohir bin Said. Tohir adalah anak ketiga dari Pak Mandar dengan ibu Aswiyani, yang kemudian terkenal menjadi Pahlawan Nasional dengan nama Harun.

Sejak dibangku Sekolah Dasar ia tertarik dengan kulit-kulit kerang yang terdampar di pasir-pasir tepian pantai daripada memperhatikan pelajaran di sekolah, hal ini akibat seringnya Tohir pergi ke pantai laut. Perahu-perahu yang setiap hari mencari nafkah di tengah-tengah lautan, merupakan daya tarik tersendiri bagi Tohir. Dengan jalan mencuri-curi ia sering menyelinap ikut berlayar bersama perahu-perahu nelayan ke tengah lautan. Bahkan ia sering tidak masuk sekolah ataupun pulang ke rumah, karena mengikuti perahu-perahu layar mencari ikan di tengah laut beberapa hari lamanya.

Setelah menamatkan Sekolah Dasar, tanpa sepengetahuan keluarganya, ia berhasil melanjutkan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Jakarta sampai mendapatkan ijazah. Sejak ia menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama untuk biaya hidup dan sekolah ia menjadi pelayan kapal dagang, di samping itu tetap rajin belajar mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolahnya dengan jalan mengutip kawan-kawannya.

Ia telah menjelajahi beberapa Negara, tetapi yang paling dikenal dan hafal daerahnya adalah daratan Singapura. Kadang kadang ia berhari-hari lamanya tinggal di Pelabuhan Singapura. Dan sering pula ia ikut kapal mondar-mandir antara Singapura – Tanjung Pinang.
Seorang pemuda Tohir tidak terlepas dari persoalan dunia percintaan. Pada masa remaja kira-kira umur 21 tahun ia pernah jatuh cinta dengan seorang gadis idaman hatinya yang bernama Nurlaila.

Tanpa diketahui oleh Samsuri kakak sulungnya sebagai pengganti ayahnya yang sudah meninggal, Tohir dan gadis tersebut telah sepakat untuk kemudian hari membina suatu rumah tangga yang bahagia. Sebagai tanda janjinya gadis tersebut dilingkarkan cicin emas di jari manisnya.


Setelah mendengar kabar, bahwa gadis idaman yang pernah ditandai cincin akan melangsungkan perkawinan dengan seorang pemuda pilihan orang tua sang gadis, Tohir merasa tersinggung. Pada saat di rumah sang gadis sedang ramai-ramainya tamu dan kedua mempelai sudah hampir dihadapkan penghulu, tiba-tiba Tohir dan kawan-kawannya datang menghentikan Upacara perkawinan. Dengan nada marah-marah, ia bersikeras menghendaki agar Upacara perkawinan itu dibatalkan.

Karma penghulu mendapat ancaman dari Tohir, akhirnya lari ke rumah kakaknya yang dekat tempat Upacara perkawinan bekas pacar Tohir di Jalan Jember Lorong 61 Tanjung Priok, minta tolong untuk mencegah tindakan Tohir. Akhirnya Samsuri terpaksa ikut campur dalam masalah perkawinan ini. Ternyata setelah diusut, barulah diketahui bahwa gadis tersebut secara diam-diam dengan Tohir melakukan tunangan.


Sebagai seorang anak yang menghormati orang tua maupun saudaranya yang lebih tua, akhirnya ia menuruti apa yang dikatakan kakaknya untuk mengurungkan niatnya, tapi dengan syarat barang-barang perhiasan dan uang yang sudah diberikan kepada gadis tersebut dikembalikan. Sampai saat ini gadis tersebut masih hidup rukun dengan suami dan anaknya, di bilangan Tanjung Priok.

Memasuki Dunia Militer

Dalam Tim Brahma I dibawah Letnan KKO Paulus Subekti Tohir memulai kariernya sebagai anggota KKO AL. Ia mulai masuk Angkatan Laut bulan Juni 1964, dan ditugaskan dalam Tim Brahma I di Basis II Ops A KOTI. Di sini ia bertemu dengan Usman alias Janatin bin H. Mohammad ALI dan Gani bin Aroep. Ketiga pemuda ini bergaul cukup erat, lebih-lebih setelah mereka sering ditugaskan bersama sama.

Setelah Tohir memasuki Sukarelawan ALRI, yang tergabung dalam Dwikora dengan pangkat Prajurit KKO II (Prako II) dan mendapat gemblengan selama lima bulan, di daerah Riau daratan, pada tanggal 1 Nopember 1964. Kemudian pada tanggal 1 April 1965 dinaikkan pangkatnya menjadi Kopral KKO I (Kopko I).

Selesai mendapatkan gemblengan di Riau daratan sebagai Sukarelawan Tempur bersama-sama rekan-rekan lainnya, ia dikirim ke Pulau Sambu. Hingga beberapa lamanya rombongan Tohir dan kawan-kawannya yang tergabung dalam kesatuan A KOTI Basis X melaksanakan tugas di Pulau Sambu. Tohir sendiri telah ke Singapura beberapa kali, dan sering mendarat ke Singapura menyamar sebagai pelayan dapur, ia ke sana menggunakan kapal dagang yang sering mampir ke Pulau Sambu untuk mengisi bahan bakar.

Tohir yang mirip-mirip Cina itu ternyata sangat menguntungkan dalam penyamarannya. Bahasa Inggeris, Cina dan Belanda yang dikuasai dengan lancar telah membantu pula dalam kebebasannya untuk bergerak dan bergaul di tengah-tengah masyarakat Singapura yang mayoritas orang Cina.

PAHLAWAN DARI BAWEAN BAGIAN 1 Sampai 7 Bersumber dari:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi Sastrawan Bawean

TANGISAN PULAU BAWEAN